Ini kisah nyata yang terjadi di Kalimantan Utara tahun 1945 lalu, di
tengah Perang Dunia II. Buruh dan tawanan perang dipaksa berbaris dari
Sandakan menuju Ranau, di bawah todongan senjata tentara Jepang.
Kondisi mereka memprihatinkan, gizi buruk akibat kurang makan dan
kelelahan. Bertelanjang kaki, para tawanan menempuh jarak 160 mil di
tengah cuaca terik, selama satu bulan.
Siapa yang rubuh karena kelelahan dibiarkan merenggang nyawa, ditembak,
ditusuk bayonet, bahkan disembelih. Sungguh siksaan tak terperi. Bahkan
dikisahkan, untuk bertahan hidup para tawanan terpaksa menjadi kanibal,
memakan mayat temannya sendiri.
Tiga kali pemberangkatan semua berakhir tragis, lebih dari 3.600 orang
Indonesia dan Filipina yang diperbudak dan 2.400 tawanan perang tentara
Sekutu kebanyakan dari Australia tewas. Hanya enam tentara Australia
yang selamat, berhasil melarikan diri.
Tragedi sejarah yang terlupakan itu kini kembali mengemuka, lewat selembar foto.
Pada tahun 2010 lalu, seorang pensiunan tentara Inggris, Mayor John
Tulloch melakukan napak tilas ke rute maut para tawanan perang. Ia
mengira kamera yang ia jepretkan dari mobil yang melaju merekam rute
berliku "barisan kematian" yang mengambil banyak nyawa 70 tahun silam.
Justru kejutan yang ia dapatkan. Saat melihat gambar itu, ia menjumpai
bayangan putih, kerangka bungkuk yang berbaris, persis di rute yang
diambil para tawanan tujuh dekade lalu. Gambar mengerikan itu kembali
mengingatkan kondisi mengerikan "barisan maut".
"Kami sedang berkendara di sepanjang rute maut, saya mengambil sekitar
200 gambar lewat kamera digital," kata dia, seperti dimuat Daily Mail,
Kamis 27 September 2012.
Saat gambar itu dilihat di layar komputer ada penampakan aneh. "Saya
merinding saat melihat 17 sampai 18 sosok hantu seakan ke luar dari
hutan dan berjalan menyusuri rute menuju Ranau," kata dia.
Gambar itu ia tunjukkan ke sejumlah orang, beberapa dari mereka
menyebutnya luar biasa, yang lain menolak untuk melihatnya, takut
dihantui.
Tapi benarkah itu foto hantu?
Diduga ilusi fotografis itu dihasilkan dari refleksi handuk bermotif yang ada di dashboard mobil di mana dia mengambil gambar.
"Pemandu saya menaruh handuk di dashboardnya. Pola handuk itu tercermin
lewat kaca," kata Tulloch. Namun, karena diambil di lokasi yang tepat,
"saya menyebutnya refleksi dari barisan kematian."
0 komentar:
Posting Komentar